Notification

×

Iklan

Iklan

Kisah 'Tanah Terbang' Gunung Pengamun-Ngamun Luluh Lantak Dusun Legetang

Selasa, 24 Mei 2022 | 06.13 WIB Last Updated 2022-12-28T20:51:54Z

Pages/Halaman:
Dapatkan berita terupdate dari SAFAHAD.MY.ID di:
Advertisement
Swipe Up
SAFAHAD - longsornya Gunung Pengamun-amun menewaskan sedikitnya 450 warga Dusun Legetang di dataran tinggi Dieng, kurang lebih 67 tahun silam, hingga saat ini masih menyisakan misteri yang belum terpecahkan.
Dusun Legetang Dieng. ©2020 liputan6.com
SAFAHAD - longsornya Gunung Pengamun-amun menewaskan sedikitnya 450 warga Dusun Legetang di dataran tinggi Dieng, kurang lebih 67 tahun silam, hingga saat ini masih menyisakan misteri yang belum terpecahkan.

Pasalnya, Dusun Legetang dan Gunung Pengamun-amun itu terpisah jarak ratusan meter. Selain itu, parit yang berada tepat di bawah lereng gunung justru tidak terkena longsoran tanah.

Maka itu, tak heran jika warga sekitar pada saat itu mewariskan kisah tentang 'tanah terbang' dari Gunung Pengamun-amun yang menimbun Dusun Legetang kepada anak cucunya.
Scroll untuk Membaca
Menurut H Mad Toyib, warga Kepakisan RT 02 RW 02, Desa Kepakisan, tanah longsor tersebut terjadi pada malam hari di pertengahan April 1955. Ketika itu, Indonesia baru merdeka menginjak usia 10 tahun sehingga kebanyakan terjadi kekurangan ekonomi, istilahnya terjadi Sensus (adol seng dienggo ngisi usus).

Namun di Dusun Legetang, subur makmur dalam soal makanan. Namun, tiba-tiba pada pukul 23.00 WIB, terjadi longsor di Pegunungan Pengamun-amun di sisi barat dusun dan menutup Dusun Legetang.

“Kejadian itu diluar dugaan warga karena longsoran melompati dan nyurung pekarangan Dusun Legetang,” tutur Toyib, yang saat kejadian berusia 11 tahun.
Diakui Toyib, jauh sebelum kejadian longsor tersebut dia pernah main sendiri ke dusun yang masih tetangga desa tersebut. Ketika itu, pernah main ke rumah saudaranya, almarhum Ahmad Nasir. Dalam kejadian tersebut, kelima saudaranya ikut hilang dan jasadnya tidak ditemukan karena terkubur longsoran.

Ceritanya masyarakat setempat ada yang molimo khusus madon (main wanita) dan main (judi). “Kalau minum kan katanya, arak. Kalau arak, orang nggak kuat beli saat itu,” tuturnya.

Diceritakan Toyib, kehidupan warga Dusun Legetang saat itu, agamanya nol, kemudian akhlaknya bukan Islam. Hal tersebut karena Indonesia baru saja merdeka. Warga Dusun Legetang dulunya adalah para petani sukses dan makmur secara ekonomi. Sehingga warga disana tidak kekurangan secara ekonomi karena panen yang melimpah.

Bahkan jika di daerah lain gagal panen namun tidak demikiannya di Dusun Legetang karena panen melimpah dengan kualitas yang baik dibanding daerah lain. Namun hal tersebut tidak menjadikan warganya bersyukur atas nikmat Allah Ta’ala. Sehingga banyak warga yang tenggelam dalam berbagai kemaksiatan.

Berdasarkan cerita setiap malam warga dusun tersebut mengadakan tarian erotis yang dibawakan para penari perempuan sehingga berujung kepada perzinahan. Sehingga pada suatu malam turun hujan yang lebat dan masyarakat Legetang sedang tenggelam dalam kemaksiatan.

Namun saat tengah malam hujan reda lalu tiba-tiba terdengar suara seperti suara benda yang teramat berat berjatuhan.
Pagi harinya masyarakat di sekitar dukuh atau Dusun Legetang yang penasaran dengan suara yang amat keras itu menyaksikan bahwa Gunung Pengamun-amun sudah terbelah dan belahannya itu menimbun Dusun Legetang.

Dusun Legetang yang tadinya berupa lembah itu bukan hanya rata dengan tanah, tetapi menjadi sebuah gundukan tanah baru menyerupai bukit. Seluruh penduduknya tewas. Gegerlah kawasan Dieng. Seandainya Gunung Pengamun-amun sekedar longsor, maka longsoran itu hanya akan menimpa di bawahnya.

Akan tetapi kejadian ini bukan longsornya gunung. Antara Dukuh Legetang dan Gunung Pengamun-amun terdapat sungai dan jurang, yang sampai sekarang masih ada. Jadi potongan gunung itu terangkat dan melewati sungai maupun jurang lalu jatuh menimpa Dukuh Legetang.[okezone]

×
Latest Update Update
CLOSE