Notification

×

Iklan

Iklan

Peringatan Hari Pahlawan 10 November, Sejarah dan Tokoh yang Berperan

Selasa, 08 November 2022 | 02.28 WIB Last Updated 2022-11-07T19:29:04Z

Pages/Halaman:
Dapatkan berita terupdate dari SAFAHAD.MY.ID di:
Advertisement
Swipe Up
SAFAHAD - Diperingati pada tanggal 10 November setiap tahun, Hari Pahlawan merupakan salah satu peristiwa besar sejarah bangsa Indonesia. Pertempuran terjadi di kota Surabaya pasca kemerdekaan.
Peringatan Hari Pahlawan 10 November, Sejarah dan Tokoh yang Berperan (Foto: dispussipda.malangkota.go.id)
SAFAHAD - Diperingati pada tanggal 10 November setiap tahun, Hari Pahlawan merupakan salah satu peristiwa besar sejarah bangsa Indonesia. Pertempuran terjadi di kota Surabaya pasca kemerdekaan.

Peristiwa itu bermula pada 25 Oktober 1945, ketika pasukan Inggris di bawah komando Brigadir Jenderal Obertin Walter Southern (A.W.S) Malaby mendarat di Surabaya.

Mereka menerima perintah dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) untuk melucuti senjata tentara Jepang dan menyelamatkan tawanan perang. Tiba di Surabaya ditemani oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA).
Scroll untuk Membaca
Awalnya, kedatangan pasukan Inggris disambut baik oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia. Bahkan, pertemuan antara pejabat pemerintah Indonesia dan Brigjen A.W.S. Malaby menghasilkan beberapa kesepakatan.

Kesepakatan Pemerintah RI dengan Brigjen Mallaby
Berdasarkan buku Sejarah SMP dan MTs yang ditulis oleh Dr. Nana Nurliana Soeyono, MA dan Dra Sudarini Suhartono, MA, Pemerintah mengizinkan Inggris masuk ke Kota Surabaya melalui sejumlah kesepakatan. yaitu:

1. Inggris berjanji bahwa di antara tentara mereka tidak terdapat Angkatan Perang belanda
2. Kedua belah pihak setuju untuk saling menjaga keamanan dan ketenteraman
3. Contact Bureau atau Kontak Biro akan dibentuk untuk menjamin, bahwa kerja sama dapat dilaksanakan dengan baik
4. Inggris hanya akan melucuti senjata tentara Jepang

Selanjutnya, Kontak Senjata Pertama Antara Tentara Inggris dan Pemuda Surabaya
Sayangnya, hasil kesepakatan itu diingkari oleh Inggris. Pada tanggal 26-27 Oktober 1945, satu peleton Seksi Keamanan Lapangan yang dipimpin oleh Kapten Shaw menyerbu penjara Kalisosok dan membebaskan para tahanan Belanda.

Mereka kemudian menduduki Pelabuhan Tanjung Perak, Kantor Pos Besar, Gedung Bank Internasional, dll. Hal tersebut lantas memicu amarah rakyat Surabaya hingga menyerang pos-pos sekutu.

Pada tanggal 27 Oktober 1945, pesawat-pesawat Inggris mengeluarkan selebaran yang memerintahkan orang-orang Surabaya dan Jawa Timur untuk menyerahkan rampasan perang dari Jepang. Brigadir Jenderal Malaby mengakui bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang penyebaran selebaran, yang semakin memanaskan situasi.

Kontak Senjata Pertama Antara Tentara Inggris dan Pemuda Surabaya
Baku tembak pertama terjadi pada 27 Oktober 1945 pukul 14.00 antara pemuda Surabaya dengan pasukan Inggris. Pertempuran kemudian meningkat menjadi serangan umum selama dua hari terhadap kedudukan Inggris di Surabaya.

Pemerintah Indonesia di Surabaya dan Inggris kemudian membentuk Kontak Biro untuk bersama-sama melindungi daerah. Anggota kontak biro kemudian pergi ke tempat pertempuran terjadi dan menghentikannya.

Anggota Kontak Biro datang ke Gedung Bank Internatio di Jembatan Merah. Gedung tersebut diduduki oleh pasukan Inggris dan dikepung oleh pemuda-pemuda Surabaya. Mereka meminta Inggris untuk menyerah, tetapi Malaby mengabaikan permintaan ini, yang menyebabkan insiden tak terduga.

Selanjutnya, Insiden Bendera di Hotel Yamato
Insiden dimulai dengan baku tembak oleh pasukan Inggris di dalam gedung bank. Anggota Kontak Biro kemudian mencari tempat berlindung yang aman. Insiden itu menewaskan Brigadir Jenderal Marraby, seorang perwira tinggi Inggris.

Insiden Bendera di Hotel Yamato
Mengutip dari situs resmi Kemendikbud, pada tanggal 29 Oktober 1945 pihak Inggris dan pihak Indonesia menandatangani gencatan senjata, dan situasi berangsur-angsur mereda. Namun bentrokan terus terjadi di Surabaya, terutama di Hotel Yamato. Tentara Belanda mengibarkan bendera Belanda di puncak Hotel Yamato. Akibatnya, penduduk Surabaya memanas.

Perwakilan dari rakyat Surabaya, Residen Soedirman bersama Sidik dan Hariyono, bertemu dengan pasukan WVC Belanda di Hotel Yamato. Mereka meminta pihak lawan untuk menurunkan bendera. Belanda kemudian menolak, mengancamnya dengan pistol dan memicu perkelahian di lobi hotel. Sejak itu bentrokan semakin sering terjadi.

Tuduhan Atas Kematian Mallaby
Jenderal Sir Philip Christison menuduh pembunuhan Mallaby oleh masyarakat Surabaya, tetapi Kontak Biro mengatakan Mallaby telah meninggal karena kecelakaan. Mendengar hal itu, pihak Inggris mendatangkan pasukan baru dibawah pimpinan Mayor Jenderal R.C. Mansergh.

Pada tanggal 7 November 1945, Mayor Jenderal R.C. Mansergh menulis surat kepada Gubernur Jawa Timur, yang kala itu RA Soerjo. Menurut isi surat itu, Gubernur tidak lagi menguasai kota Surabaya. Soerjo membantah tuduhan yang dibuat dalam surat balasan tanggal 9 November 1945.

Namun nyatanya, Sekutu mengeluarkan ultimatum bahwa semua pemimpin dan orang-orang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjata mereka di tempat yang telah ditentukan. Batas waktu ultimatum adalah pukul 06:00 pada tanggal 10 November 1945.
Orang-orang Surabaya yang semakin marah melakukan pertahanan kota yang dikomandoi oleh Sungkono. Mereka menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat untuk membela kota Surabaya dan mempertahankan kedaulatan Indonesia.

Bung Tomo menjadi salah satu orang yang terlibat dalam peristiwa Pertempuran Surabaya. Melalui stasiun radio, ia mengobarkan semangat juang masyarakat Surabaya. Akhirnya pada tanggal 10 November 1945 terjadilah pertempuran.

Hingga 20.000 orang meninggal di Surabaya dan 150.000 lainnya harus meninggalkan kota. Di pihak Inggris, 1.600 tentara tewas, hilang dan terluka, serta lusinan peralatan perang hancur.

Sejauh ini, peristiwa itu dikenal sebagai Hari Pahlawan dan diperingati setiap tahun. Surabaya juga dinobatkan sebagai kota pahlawan karena kejadian ini.(Detik.com)

×
Latest Update Update
CLOSE